Tuesday, June 20, 2017

How it feels to be a broken rib

Ketika Rosululloh sallallahu 'alayhi wa sallam menasihati para lelaki untuk berbuat baik kepada wanita.
Dimana kalian?

Lalu ketika nasihatnya diiringi dengan suatu peringatan akan akibat dan bencana jika kalian lalai,
Dimana kalian?

Kemudian ketika akhirnya bencana itu terjadi, persis seperti apa yang dikatakannya berpuluh tahun silam...
Dimana kalian?

Menyesalkah kalian?
Adakah perasaan bersalah dan ingin memperbaikinya?

Ataukah kalian anggap hal itu sesuatu yang biasa-biasa saja..
Lalu kalian berbalik memunggungi nasihat itu?

Mau kemana kalian?

Mengapa kalian perlakukan aku dan teman-temanku seolah kami hanyalah sampah masyarakat yang meresahkan?
Mengapa kalian berbalik arah melanggar  batas lisan dan mengatakan "jika saja" dan "seandainya" sedemikian kejamnya?

Adakah cara untukku bisa menyambungkan kembali antara dua keping tulang rusuk yang telah patah ini?
Begitu kira-kira pertanyaan yang selalu sukses melelehkan setetes-dua tetes bulir saat semuanya kembali dalam fragmen memilukan dari hari ke hari.

Apakah lagi-lagi pertanyaan ini kau pandang dengan cibiran dan komentar... "Ahh, drama!"
Begitukah?

Kalaulah memang hidup ini dan segala luka yg ada hanyalah drama yang berlebihan, mengapa "drama" tulang rusuk yang patah ini disebutkan sedemikian eksplisitnya oleh manusia yang paling mulia yang pernah ada di dunia?

Kalaulah ini semua sekedar melodrama yang berlebihan yang sedemikian hinanya,  mengapakah Allah ilhamkan pada lisan seorang Nabi dan Rosul agar kalian, aku, dan kamu waspada?

Bahkan waktu tidak dapat menyembuhkan kami. Hanya keyakinan akan janji Allah yang menghangatkan hati ini.

Jika memang setelah ini, hanya kehinaan yang bisa kalian tunjukkan pada kami,
Jika memang setelah ini hanya pengasingan di dunia untuk kami,
Jika memang ini adalah cara Allah untuk membuat kami, aku dan semua tulang rusuk yang patah di dunia ini, selalu hanya menghadap dan merayuNya saja, lagi dan lagi dan lagi...

Baiklah. Tidak mengapa.
Ada lebih dari cukup kata, dan nama yang Allah Ar Rahman bisikkan pada telingaku, dalam keadaan ini.

Jika keadaan ini membuatku sedikit saja merasakan dan merindukan dan ingin terus mengulang-ulang apa yang lirih dipinta oleh Istri seorang durjana di masa lalu, Asiyah binti Muzahim, akan kuucapkan dengan tawa dan wajah menatap cakrawala...

Ya Allah, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisiMu, di JannahMu.

Ya Allah, jangan Kau hinakan aku, di hari mereka dibangkitan.

No comments:

Post a Comment