Friday, February 10, 2017

Talbis dan Jerat Hati

Godaan bagi seorang muslim bisa berbagai macam bentuknya. Syaithon yg adalah anak keturunan dari Iblis laknatulloh telah berjanji setia sebagaimana kakek moyangnya untuk tidak berputus asa dalam menggoda manusia. Semua jenis manusia. Setiap level kesholehan selalu ada jerat syaithon yang mengancamnya.

Godaan bagi seorang yang ingin bertaubat adalah was-was, bisikan dari syaithon betapa besarnya dosa yang ingin kau taubati itu, dikipasinya perasaan kita, sedih yang tiada tara, devastated, hopeless, helpless, lalu... unforgiven. Sehingga putus asalah engkau, dari rahmat Sang Maha Penerima Taubat. Sehingga kemenangan bagi syaithon untuk membatalkan niat seorang hamba dari sesuatu yang begitu mulia dan dicintai Tuhannya, yaitu taubatan nasuuha. Fa na'udzubillahi mindzalik.

Godaan bagi seorang yang dimintai nasihat oleh saudaranya, adalah bangga diri dan prasangka. Begitu saudaramu selesai mendengarkanmu yang memberikan beribu untaian hikmah dari ilmuNya, baik itu perkataan RosulNya ataupun ayat-ayat Al-Qur'an yang mulia, datanglah ia, sang penggoda! Bersiaplah, dan ketahuilah bahwa lintasan fikiranmu adalah target empuk dari sang penggoda. Dikipasinya perasaan puasmu dengan bisikan betapa hebatnya engkau yang tak pernah terjatuh ke dalam kesalahan itu, yang diperbuat saudaramu, yang baru saja kau nasehati ia untuk meninggalkan dosa itu. Atau barangkali kau pernah mengalaminya, lalu kau bertaubat dan berhasil meninggalkan dosa itu? Lalu kini kau merasa hebat karena kau tidak lagi mengerjakannya dan bahkan baru saja menasehati saudaramu untuk meninggalkannya? Ketahuilah bahwa syaithon tengah mengguncang kemurnian taubatmu dengan perasaan bangga diri, sombong dan riya.
Apakah kau fikir cukup sampai disitu godaan dari sang penggoda yang hina dina itu? Oh tidak! Kali ini dikipasinya matamu dan hatimu dg prasangka berlebihan terhadap saudaramu. Segala perkataan saudaramu kau jadikan hujjah penilaian dg matamu yang tidak lebih awas dari Allah Yang Maha Melihat, dan merasa lebih tahu dari Dia Yang Maha Mengetahui. Sehingga berubahlah penilaian dan mungkin juga sikapmu terhadap saudaramu tadi, kau remehkan ia, kau pandang dia hina karena dosanya (yang saat itu juga mungkin sudah langsung ditinggalkannya), dan mungkin saja sebenarnya kedatangannya kepadamu adalah ujian bagi keikhlasan hatimu, ujian bagi ke-tawadhu'an amalanmu, ujian bagi kejujuranmu terhadap ilmu. Sungguh Allah Maha Berkehendak, sungguh Allah Yang Maha Memberi Petunjuk.

Godaan bagi mereka para penyeru kebaikan, berbeda dengan godaan bagi pendosa. Namun berhati-hatilah wahai hati. Sebab para penggoda sedang mengintaimu di sudut-sudut hati yang terkunci.
Apakah terlintas di fikiranmu bahwa engkau adalah penyebab kesholihan orang lain? Ketahuilah bahwa lintasan itu berasal dari si penggoda yang berdusta. Sebab hidayah dan petunjuk hanyalah hak Allah Yang Maha Kuasa.
Maka berhati-hatilah sekali lagi, sebab godaan yang seperti itu adalah tangga menuju kekurangajaran terhadap Allah Yang Maha Tinggi.
Apakah kali ini muncul lintasan pemikiran di benakmu bahwa engkau adalah lebih tinggi dan lebih mulia daripada mereka yang engkau seru? Ketahuilah bahwa inilah lintasan pada anak tangga kedua yang berasal dari penggoda yang sejatinya memang pendusta!
Maka berhati-hatilah lebih kuat lagi, sebab godaan itu jika kau termakan jeratnya semakin menjauhkanmu dari SyurgaNya.
Apakah segala baris kata-kata ini tak bermakna menurutmu? Sebab kau fikir tak sekejappun kau akan terjatuh ke dalam jaring jerat syaithon dikarenakan segala amal sholeh mu, segala usaha hebatmu menghindar, segala titel dan pujian manusia yang memandangmu sebagai seorang penyeru kebaikan? Apakah kau lupa bahwa sombong adalah pakaian Allah Azza Wa Jalla semata?
Na'udzubillahi mindzalik, tsumma na'udzubillahi mindzalik. Begitulah jeratan syaithon, anak keturunan Iblis Laknatulloh, yang karena dosa ini, Allah Yang Maha Menyiksa mengeluarkannya dari Surga yang penuh kenikmatan.

Laahaulaa wa laa quwwata illa billah.

Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ


Siapa yang menjelek-jelekkan saudaranya karena suatu dosa, maka ia tidak akan mati kecuali mengamalkan dosa tersebut.” (HR. Tirmidzi no. 2505)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hakikat kesombongan dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa salllam :

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. [HR. Muslim, no. 2749, dari ‘Abdullah bin Mas’ûd] 


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

لَوْ لَمْ تَكُوْنُوْا تُذْنِبُونَ لَخِفْتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْ ذَلِكَ الْعُجْبُ الْعُجْبُ

“Jika kamu tidak berbuat dosa, sungguh aku mengkhawatirkan kamu pada perkara yang lebih besar dari itu, yaitu ‘ujub, ‘ujub (kagum terhadap diri sendiri)” [Hadist Hasan Lighairihi, sebagaimana di dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 658, karya syaikh Al-Albani]


Wednesday, February 08, 2017

Jalan yang berduri

Allah Azza wa Jalla punya cara yang sangat unik dan spesifik dalam menegur kita. Pernah suatu ketika seorang Muslim Scholar berkata:

"If you keep reminding your hearts about Allah, then one day there will come a time when your heart will remind you about Allah! "

Tidak ada yang lebih menguntungkan seorang muslim daripada kesadaran setelah datangnya nasihat. Tidak ada yang lebih membinasakan seorang muslim daripada sikap abai dan berpaling dari nasihat untuk bertaqwa kepada Allah.

Ketika musuh yang nyata memiliki 1001 jerat dalam menggelincirkan manusia, semestinyalah manusia memiliki lebih dari 1001 lapis penjagaan pada benteng imannya.

Kemudian seorang Muslim Scholar yang lain pernah menasihati dengan istilah:

The fine line.

Dimana istilah ini dapat bermakna ganda, yaitu garis yang baik atau garis yang sangat tipis yang hampir-hampir putus sehingga menjadi tidak baik.

Sejatinya setiap manusia memiliki tolak ukur di dalam hatinya, apakah dirinya sudah melanggar garis tersebut ataukah dia tau dia hampir memutusnya?

Bagaikan berjalan di atas jalanan yang berduri, mungkinkah kita tidak hati-hati? Atau sebaiknya kita berusaha keluar dari jalanan berduri itu ketika kita tahu ada jalan keluarnya, ataukah kita senang berputar-putar di atasnya dengan kesadaran duri-duri itu akan dapat melukai kaki kita cepat atau lambat...

Sunday, February 05, 2017

What will be better than the promise of God?

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللهِ وَالمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ العَفَافَ

“Ada tiga orang yang Allah wajibkan atas diri-Nya untuk menolong mereka, 1) Orang yang berjihad di jalan Allah, 2) Budak yang memiliki perjanjian yang berniat memenuhi perjanjiannya, dan 3) orang yang menikah dengan niat menjaga kesucian diri.”

[HR. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Shahihul Jami’: 3050]

Wednesday, February 01, 2017

Mencintai karena Allah, sebatas fitrah

Mencintai sewajarnya, menyukai seperlunya, mengagumi sebatas ilmuNya, menghormati sebatas fitrah manusia, mengikuti dalam batas-batasNya.

Tidak ada manusia di dunia ini yang masih hidup maupun yang sudah berkalang tanah, yang perlu kita junjung dan bela melebihi penghambaan kita pada Allah ta'ala.

Para Nabi dan Rosul Allah adalah manusia-manusia pilihan yang mulia dan terjaga, dan kita ketahui nama-namanya dan kisah mereka.

Muhammad Rosululloh adalah satu-satunya manusia sampai hari ini yang kita berkewajiban meneladaninya dengan segala kebiasaan dan sunnahnya, dalam segala aspek kehidupannya.

Setelah mereka, adalah para wali Allah yang nama-namanya bukanlah termasuk ke dalam pengetahuan kita, sehingga tiada nama seorangpun yang pasti bisa kita wali-kan di masa ini seolah-olah Allah sucikan dari dosa.

Para Ulama adalah manusia-manusia pewaris Nabi Allah yang perlu banyak kita serap ilmunya dg niatan karena Allah saja dan penuh kehati-hatian dalam peneladanan terhadap mereka. Mengambil ilmu dari para Ulama, berarti adalah mencari berkah Allah di dalamnya.

Orang-orang sholeh, orang-orang berharta yang banyak amalnya, boleh jadi adalah manusia-manusia beruntung yang jika kita banyak bergaul bersama mereka maka kita akan dapatkan banyak manfaatnya selayaknya penjual minyak wangi yang Rosululloh umpamakan dalam hadist beliau.
Namun mereka tetaplah manusia sewajarnya. Bukan Nabi, bukan termasuk para Sahabat Nabi, bukan Khalifah, belum syuhada, belum tentu waliyulloh.

Bergaulah dengan para ulama dan orang-orang sholih, dengan adab yang baik. Banyak-banyaklah mengambil nasihat mereka, cintailah mereka sewajarnya saja, sebab sejatinya semua manusia punya dosa, perbedaannya hanyalah apakah pada akhirnya Allah ampuni dosa-dosa kita atau Allah hukum kita karena dosa tersebut? Faghfirlanaa ya Robbanaa.

Oleh karena itu, hingga detik ini belum ada lagi manusia hidup di dunia ini yang namanya sdh kita ketahui, yang dijamin Allah akhir kehidupannya. Setidaknya sampai masa itu, dimana akan ada lagi dua nama yang wajib kita patuhi sepanjang nafas kita, setelah wafatnya sosok Muhammad sallallahu 'alayhi wa sallam.

Karenanya, mencinta lah sewajarnya. Tidak ada dalam dien ini konsep "idola", sebab sebenarnya "idola" adalah "berhala", dan "berhala" adalah kesyirikan terhadap Allah SubhanaHu wa ta'ala. Jangan katakan Nabi adalah idolamu, jangan pula kau idolakan Syaikh, Ustadz dan Kiayi yang kau timba ilmu dari mereka.
Jika kau mencintai mereka, pastikan kecintaanmu adalah hanya karena Allah semata, jangan kau pandang sosoknya bagaikan malaikat yang tak berdosa, apalagi kau anggap sempurna.
Jika kau mencintai mereka, jangan kau hancurkan dengan puji-pujian tak berguna, sebab Rosululloh ingatkan kita bahwa pujian adalah kebinasaan manusia.
Jika kau mencintai mereka, jangan kau tutup matamu dan berlalu saat kau dapati ia melakukan salah di hadapan manusia, ingatkan ia dengan cara terbaik yang bisa kau tempuh. Sebab mengingatkannya adalah menolongnya dari berbuat dzolim dan aniaya.
Jika kau mencintai mereka, jangan kau katakan ia lebih baik dari manusia manapun, lebih suci di matamu daripada yang sewajarnya sampai-sampai kau rendahkan yang lain yang tidak sepaham dg mereka.
Jika kau mencintai mereka, doakanlah mereka segala kebaikan yang jika Allah kabulkan doamu hanya akan mendatangkan manfaat di sini atau disana.
Jika kau mencintai mereka, dan suatu hari tanpa sengaja kau temukan rahasia, aib, kekurangan, dosa, atau cela mereka, maka sadarilah bahwa mereka hanyalah manusia biasa, jangan kau kecewa, sedih, apalagi patah hati karena Allah taqdirkan kau mengetahuinya, padahal Allah tidak menjadikan suatu peristiwa apapun tanpa maksud dan hikmah, doakan kembali dan jangan kau berpaling dari kebenaran yang mereka sampaikan apalagi berbalik membenci mereka hanya karena suatu kesalahan yang kecil di mata Allah ta'ala.
Jika kau mencintai mereka dan kau mengenal keluarga mereka, perlakukanlah sebagaimana kau ingin mereka memperlakukanmu. Sebab itulah rumus dari manusia paling mulia.
Jika kau mencintai mereka namun suatu hari (naudzubillah) kau lihat ujian iman menimpa mereka, maka jangan kau gadaikan cintamu pada Allah dan RosulNya demi menjaga cintamu pada manusia yang adalah hamba.

Berbahagialah bahwa Ad Dienul Islam telah menyelamatkan kita dari penghambaan kepada sesama manusia dan menyatukan kita dibawah penghambaan kepada Allah Azza wa Jalla.

Sesungguhnya kita sama-sama manusia, yang belum dijamin Allah Syurga atau Nerakanya (wa na'udzubillah...)

Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersada: “Ruh-ruh manusia diciptakan laksana prajurit berbaris, maka mana yang saling kenal di antara satu sama lain akan bersatu. Dan mana yang saling mengingkari di antara satu sama lain akan berpisah.” (HR muslim 4773)