Sungguh aku tak pernah merayu,
ataupun merajuk mendayu-dayu.
Katakan saja terlalu tinggi hatiku,
terhadap manusia, terlalu anti bagiku,
untuk menjadi seorang perayu.
Sepanjang ingatan benakku, hanya satu waktu aku merayu sedemikian biru.
Hanya satu waktu aku selalu merayu, membiarkan diriku sibuk menjuju.
Yakni di dua paruh terakhir yang syahdu, atau di malam-malam yang mungkin bernilai seribu,
Berkali-kali aku merayu, Tuhanku.
Apapun itu, apapun segala kesulitan, keinginan, hasrat terdalamku, aku hanya merayu Tuhanku!
Bagiku, bersimpuh di kaki siapapun adalah MALU, kecuali di pinggiran sajadah sholatku.
Tidak sekejappun aku merayu ayahku, agar ia menikahkanku dengan lelaki yang aku mau.
Kenalilah, aku bukan seorang anak perempuan yang suka merayu.
Jikalau suratan sejarah hidupku sampai pada seorang yang kau ragu,
Tolong jangan sepatah katapun kau timpakan padaku.
Sebab anggukan kepalaku kala itu,
telah melalui bermalam-malam panjangku merayu Tuhanku, dengan mengharu biru.
Adalah dusta dan tuduhan yang sangat mengganggu,
Jika manusia mengatakan aku merayu,
lalu menyalahkanku,
atas malapetaka hidupku yang lebam membiru.
Tidak pula saat aku memiliki seorang kekasih yang halal disampingku, kepadanya aku pun belum pernah merayu.
Kisah kami terlalu cepat berlalu,
Hingga sampai di detik aku mencoba merayu,
Ia telah mematahkan rusukku tanpa malu-malu.
Akupun kembali tersungkur bersimpuh, merayu, Tuhanku.
Siang hari aku merayu Tuhanku,
Dengan rayuan patah hati yang menyayat darah dagingku.
Malam hari aku merayu Tuhanku,
Dengan rayuan harapan yang meneguhkan hatiku.
Sungguh, aku tidak pernah kecewa dalam merayu Tuhanku.
Dan sungguh aku tidak sedang merayu ciptaanMu, wahai Tuhanku.
Sebab Engkau Maha Pencemburu.
Mardliyyah.
Cimanggis, 22 Mei 2017